gi melankolis ni
07.55.00 | Author:
18-02-08

Ada kerinduan yang sangat, yang mungkin tak seharusnya boleh hadir. Pada untai nasihat yang membakar, sosok yang mencambuk-cambuk, kata-kata yang membuatku malu, dan rasa ‘sahabat’ nan kental, melekat, membuatku selalu merasa miliki ruang menghenyak, menghempas segala penat, dan menimbang beban yang menjadikannya berkurang walau sesaat.

Tanpa perlu merasa terlalu khawatir entah sikap, kata, atau ucapku sakiti hatinya. Tanpa perlu takut akan beda yang mungkin ada dalam pikirku. Karena ia selalu hargai dan berusaha pahami sisiku dalam setiap kekonyolan yang muncul dariku.

Adanya begitu nyata pula buatku merasa ada. Mendekap hati dalam hangat yang tak terkata, tak tereja.

Sahabat… jika saja kau tahu.
Ejaan Sesisi Cinta
11.57.00 | Author:
Seorang anak berbicara tentang cinta
Sepertimana ia baru mengenalnya
Mengeja tiap hurufnya
Dan berusaha ‘tuk memahami
Kemudian ia coba ceritakan…

Cinta adalah energi yang menggerakkan
Yang membuat seseorang mampu kembali berdiri
Menopang tubuhnya yang kian ringkih karena lelah
Ianya mengalirkan kehangatan
Yang membuat seorang nyaman
Meski dalam dingin kehidupan

Cinta tak melulu tentang sepasang anak manusia
Ia ada di mana-mana
Dalam senyum tulus, sapa hangat, dalam kepercayaan,
Dalam uluran tangan, dalam hati yang siap memberi,
Dalan hati yang siap memahami, dalam telinga yang siap mendengarkan,
Dalam sandaran bahu yang siap menopang
Demikianlah

Rasakanlah,, lalu milikilah

Lalu sadari selalu, berusaha selalu, untuk melabuhkan cinta; pada Pemilik Cinta
Agar peroleh cinta hakiki, yang akan selalu punya energi
Untuk membaginya kepada yang lain
Selasa 5 Febuari 2008


Jam 5 lewat, sore.

Inget majalah yang baru kubaca semalam, isinya tentang tips merawat mata dari luar. Ambil satu sendok teh daun teh hijau ke dalam cangkir, seduh dengan air panas kira2 90oC. Saring. Uapkan ke mata kiri dan mata kanan kira-kira 5-10 menit. Well, i’ll try. Sekalian minum teh hijau juga deh.

Um, kalau buat nguapin mata doang kan butuh cuman sesendok teh, jadi kalau untuk sekalian diminum mungkin perlu ditambah beberapa lagi ya.
[kataku sekarang: haha. Inilah biang petaka. Ternyata nggak boleh sembarang analisis kayak begini ya. Hati-hati berbahaya, jangan ditiru. Semua ada ilmunya]

Akhirnya ku isi satu cangkir hijau itu dengan bubuk teh hijau sampai kira-kira 4 atau 5 sendok teh...


Sebelum Sholat Maghrib

Ada yang menggelitik di dalam perut. Ups, sedikit melilit juga. Mungkin masuk angin? oh ya, lengan baju memang sedikit lembap. Dan rasanya udara memang agak dingin.


Ba’da Maghrib

AstaghfiruLLooh... melilit dan sakit. Tambah kerasa. Semakin nyata. Baju sudah kuganti. Baju kenangan OSIS merah. Ups, baju merah kenangan OSIS. Sudah berbaring menahan sakit dan sedikit kedinginan. Mengaduh. AstaghfiruLLooh.... ayo, banyak-banyaklah beristighfar daripada mengeluh ’sakit-sakit’ atau ’aduh-aduh’. Mudah-mudahan sakitnya bisa jadi penggugur dosa-dosa.

Mulailah za mencari-cari akar permasalahannya. Tadi makan apa aja? Apa ada makanan yang sudah basi yang aku makan? Bener juga ya, pernah dapat info kalau masalah kesehatan itu banyak munculnya justru disebabkan makanan (itu sebabnya makanan harus dijaga, baik porsinya ataupun apa yang dimakan, gitu ya?). Kutelusuri ingatanku tentang isi perutku, dan yah, inilah yang paling mencurigakan: teh hijau!

’Bu, teh hijau bisa basi nggak?” kurang lebih begitu pertanyaan ku. Terus ibu tanya apa bubuk teh-nya lembap, dan karena aku tahu bubuk teh nya nggak lembap, maka kesimpulannya masalahnya bukan basi/nggaknya teh hijau. Kecurigaan selanjutnya dan aku hampir yakin ini sebabnya: Porsinya teh hijau.

Mungkin Ibu lihat ampas teh hijau yang kuseduh. Karena tiba-tiba Ibu masuk dan bilang kalau cukup satu sendok teh (untuk satu porsi teh hijau). Jelas yang aku buat sudah terlalu pekat karena, ”itu sih bisa buat seteko” kata Ibu.

...

InnaliLLaahii..


Adzan ’Isya berkumandang...

Ayo, ini saatnya mempraktekkan kekuatan sugesti. Pikirkan, ini nggak sesakit yang kau kira. Tarik nafas. Rileks. Yap, nggak, nggak sakit kok, pikirkan kalau ini nggak (terlalu) sakit. Kuat... kuat.. Yuk sholat yuk...
Inget...inget... kisah di buku itu. Seorang temen pernah cerita tentang buku yang dia baca, ceritanya tentang gimana kaum salaf bersungguh-sungguh menjaga sholat. Ada yang tengah sakit tapi tetap berusaha untuk hadir sholat jama’ah... ayo.. ayo.. sholat...


Ba’da Isya

Tiba-tiba tenggorokan rasanya kering. Oh iya, tadi Ibu menyarankan untuk banyak-banyak minum. Hebatnya Alloh yang mencipta tubuh ini, saat aku mungkin butuh banyak air karena ’kesalahan porsi’ tadi, dan belum kulakukan, tenggorokanku mengering. Mungkin bagian dari pertahanan?

Teringat kira-kira pekan lalu, temanku bercerita kalau jati belanda yang dikonsumsi berlebihan bisa menyebabkan iritasi(atau radang ya?) usus. Analisis sederhanaku mengatakan mungkin ada hubungannya [hei... jangan sembarangan lagi ya..]. Secara [oi.. gunakan secara secara benar atuh] jati belanda itu dipakai untuk menguruskan badan, dan dari apa yang kubaca kemungkinan teh hijau memiliki khasiat yang mirip. (karena ada produk pelangsing yang komposisinya teh hijau+jati belanda). Inget itu, mulai panik juga. Apalagi perut semakin sakit, keringat keluar, dan aku kedinginan. More difficult to act like nothing happen. Kepala mulai mikir macem-macem.

Aku minum banyak. Pening rasanya. Perut sudah banyak terisi air. Kembung, sedikit. Di meja makan. Duduk. Bapak-Ibu menawarkan makan. Um,, I don’t think so. Masih berontak nih, kayanya nggak ngisi dulu. Ibu menawarkan madu. That’s right! I take 2 spoon of it and... well it’s going better. AlhamduliLLaah sakitnya berkurang.

Jam sembilan lewat, malam.

Aku coba bawa tidur dengan sedikit sakit. Ups, mulai kerasa lagi. Ku coba minum lagi.. Sekarang agak sesak rasanya, seperti ada yang menyekat tenggorokan.. ayo minum lagi pakai air hangat.
...


11.39 PM waktu komputer

Alhamdulillaah... sakitnya sudah nggak terasa. Kucoba alihkan perhatian dengan ngetik pengalaman sakit ini. Baru sadar deh sekarang: kalau tujuanku memperbanyak jumlah teh karena akan diminum juga, seharusnya sediakan air panas lebih dari satu cangkir. Karena kalau nambah jumlah bubuk teh hijau tapi jumlah airnya sama, ya.. jadilah teh yang pekat itu.

Jadi, hati-hati dengan ilmu yang sepotong-sepotong. Jangan sembarangan ambil kesimpulan. Semuanya ada ilmunya. Berilmulah sebelum berkata dan berbuat.

Mutiara yang Cantik itu...
08.07.00 | Author:


terjaga dalam cangkang kerang yang kokoh
berada di kedalaman lautan nan jauh
ia akan menebarkan sinarnya,, cantiknya,,
hanya pada seseorang yang rela berpayah untuknya
mendapatkannya dengan jalan yang pantas.



[hope can be that pearl...]




status SO?
06.50.00 | Author:
Berbilang pecan-pekan di belakang, aku dibuat bingung dengan status SO ku. Yang sekarang katanya bukan lagi ‘study oriented’ tapi ‘study only’. Dibuat bingung, jelas, karena aku ngerasa di lingkunganku ini anak SO itu punya citra yang kurang ‘dianggap’ (karena terlalu kejam kalau disebut ‘dilecehkan’). Prototype yang dibangun sejak dari masa perkenalan fakultas, departemen, dll… : jangan cuma SO, karena dengan menjadi aktif itulah seorang mahasiswa menyandang gelar ‘maha’. Jadilah anak-anak yang SO itu tetap kurang berkualitas, sekalipun IP-nya nyaris empat.

Selain itu kebingunganku adalah karena aku mendapati kemunduran yang semakin nyata dalam diriku. Diantaranya penghargaan terhadap waktu. Sementara aku adalah orang-orang yang mengakui bahwa organisasi bisa membuat seseorang lebih menghargai waktunya, bahwa organisasi adalah tempat yang bisa membuat seseorang lebih baik dalam kepribadiannya.

Sementara aku dulunya termasuk orang-orang yang rela berpeluh-peluh (saah… berlebihan ni kayanya) untuk yang namanya organisasi. Seraya merasakan sendiri manfaatnya. Dan aku tahu nggak sedikit orang-orang yang mungkin mempertanyakan status SO-ku sekarang. Kalau boleh GR sedikit: memendam kecewa ringan atas putusanku menjadi SO.

Sehingga saat mencari penyebab itulah aku merasa aku harus kembali ‘terjun’. dengan harapan bisa kembali bangkit lebih baik lagi. Tetapi, semuanya tidak aku wujudkan dengan segera mendaftar atau ikut macam-macam.

Karena Q masih mempertimbangkannya. Prinsipku itu. Tentang apa yang aku yakini sekarang. Aku mempertimbangkannya. Tentang ikhtilat yang semakin bertambah sering. Tentang keluar rumah yang semakin banyak. Tentang mimpi sang mutiara yang harus tetap setia dalam cangkangnya sampai seseorang itu datang. Tentang perasaan ‘nggak enak’ yang muncul saat aku coba-coba terjun (ikut-ikutan rapat). Perasaan nggak enak apa ya… apa aku udah menipu diri sendiri. Perasaan nggak enak yang membuatku berpikir untuk nggak akan balik lagi. Untuk sekian saat (karena nyatanya [pernah] balik lagi juga).

Kemudian sahabatku yang kucinta bercerita. Tentang ujian yang akan semakin berat pada orang-orang yang berusaha menguatkan iltizam-nya –komitmen ya artinya-- . Bahwa jika aku memutuskan untuk tetap terjun, boleh jadi perasaan bersalah karena menabrak prinsip-prinsip itu hadir di awal, tapi tak akan bisa terjamin akan ada sampai kapan. Lama-kelamaan sangat boleh jadi kita akan terbiasa dengan kesalahan-kesalahan itu. Begitu kurang lebih nasihtnya. Sederhana. Tapi bermakna buatku.

Dan setelah kupikirkan… ayo tebaklah apa yang kuputuskan. Yap, aku setia dengan status SO ku.

Karena kutemukan letak permasalahannya bukan pada statusku sekarang. Tetapi pada bagimana aku membawa diriku sendiri.

Dengan status SO, seseorang akan memunyai lebih banyk waktu luang. Waktu luang yang sangat akrab dengan kemalasan dan ketidakproduktifan. Waktu luang sebagai nikmat yang banyak manusia tertipu olehnya. Rasa malas akan lebih mudah menghinggapi orang yang luang daripada orang yang ada dalam kesibukan. Inilah musuhku yang sebenarnya.

Perasaan diri yang semakin mundur itu mungkin bukan datang disebabkan diri yang nggak ikut kegiatan apa-apa, tetapi lebih karena diri yang belum mampu mengisi waktu dengan sesuatu yang baik dan bermanfaat. Dan orang-orang seperti ini memang identik dengan ketidak berkualitasan. Di sanalah salah satunya organisasi berperan. Membantu seseorang mengoptimalkan waktunya untuk kebaikan. Dan organisasi hanyalah salah satu diantara hal-hal lainnya yang juga berperan.

Dan Hei ingatlah diri,, bahwa sesungguhnya engkau punya mimpi yang besar. Tentang perubahan yang besar. Dan bahwa untuk itu semua engkau harus lebih berakhlak baik agar pemikiranmu lebih diterima. Agar engkau pnya muka untuk menyampaikan. Dan untuk itu semua engkau harus lebih banyak belajar, tentang apa yang dengannya dahulu suatu masa kejahiliahan menjadi terang-benderang.

Dan ingatkah diri… tetang mimpi itu. Mencetak generasi-generasi unggul yang menjadi pemimpin perubahan di masa depan. Dengan menjadi sosok ibu yang te-o-pe-be-ge-te. (witiw..)

Haha. Memangnya kau pikir itu mudah ha? Memang kau pikir semua akan terjadi begitu saja? Memangnya itu semua akan muncul begitu saja? Tentu semuanya perlu dipelajari dan dipersiapkan. Dan k au tahu apa modalmu? Yap, tepat sekali : waktu.

Jadi, berpusing-pusinglah tentang bagaimana engkau mengalahkan rasa malas. Agar waktu bisa diisi dengan hal-hal yang membawamu pada mimpimu.

Berhenti memusingkan tentang citra anak-anak SO. Pada saatnya, seseorang tidak akan dinilai berdasarkan apa yang menjadi gelar/statusnya, tetapi berdasarkan apa yang ada pada dirinya. Apa yang ada pada dirimu jauh lebih penting untuk dicemaskan daripada cuap-cuap tentang siapa engkau sekarang.

Dengan demikian, jagalah kualitas diri. Buktikan, bahwa seorang SO pun bisa berkualitas. Tentu bukan untuk sekedar pengakuan. Tetapi karena menjadi baik dan berkualitas itu memang harus (karena ALLOH tentunya). Iya kan??

Dan ketahuilah…………

Ini memang bukan hal yang mudah. Kemalasan itu musuh besar yang sangat lihai.

Ketahuilah ini bukan hal yang mudah. Karena akan selalu ada hal-hal yang membuatmu ragu dan membuatmu begitu ingin menyerah. Membuatmu begitu ingin berbalik ke belakang. Membuatmu merasa bahwa jalan yang sedang kau tempuh ini salah. Mimpimu terlalu tinggi dan tidak memberi pengaruh nyata.

Dan sekali kali, jangan menyerah.
Menjadilah
06.42.00 | Author:
Saat kerap bertemu orang-orang yang hebat, saat itu diri termanjakan untuk selalu melihat sosok-sosok panutan. Entah dalam sikap, dalam kesungguhan, dalam iman, dan dalam hal lainnya. Hingga lupakan bahwa akan tiba masanya, dirilah yang mesti memulai.

Suasana dan kondisi lingkungan yang kita temui, tak selamanya baik-baik. Tidak selamanya berisi orang-orang yang menurut kita ‘jago’, tak selalu berisi orang-orang yang mengundang decak kekaguman, orang-orang yang membuat panas hati untuk bisa sepertinya dan mengunggulinya. Akan ada saatnya kita menjadi begitu amat merindukan sosok-sosok yang dahulu pernah kita temui itu. Saat diri turut terbawa suasana yang tak se-‘panas’ dulu. Lebih santai dari seharusnya.

Mungkin itulah saatnya, diri yang mesti memulai: untuk menjadi sesosok yang dirindukan itu bagi yang lainnya. Tidak lagi memosisikan diri dalam penantian. Penantian yang membuat diri kerap resah dalam santainya. Penantian yang membuat diri merasa wajar untuk terbawa lingkungan yang sekarang. Berdirilah! Bangkitlah! Bergeraklah! jangan lagi tunggu, tapi jadikan ia ada dalam dirimu, hingga saatnya tiba, kau akan temuinya (lagi)… insyaa Alloh.